Selat Karimata dan Belitong Timur bagian Timur adalah kombinasi dari modal ekonomi (teori klasik) yang mungkin saja menjadi fokus pengembangan wilayah dalam konteks pasca pemekaran kabupaten di Pulau Belitong. Tetapi, sejauh ini pemerintah daerah belum menunjukkan tanda-tanda serius untuk memformulasikan kebijakannya terkait dengan potensi Selat Karimata. Masalah utama bagi daerah dengan kawasan pesisir seperti Belitong Timur adalah manggrove. Dikatakan sebagai masalah, karena kawasan manggove ini belum dipetakan, diukur, dan diidentifikasi kondisi fisiknya.
Senin, 23 Februari 2009
Beberapa Masalah Tentang Selat Karimata
Selat Karimata dan Belitong Timur bagian Timur adalah kombinasi dari modal ekonomi (teori klasik) yang mungkin saja menjadi fokus pengembangan wilayah dalam konteks pasca pemekaran kabupaten di Pulau Belitong. Tetapi, sejauh ini pemerintah daerah belum menunjukkan tanda-tanda serius untuk memformulasikan kebijakannya terkait dengan potensi Selat Karimata. Masalah utama bagi daerah dengan kawasan pesisir seperti Belitong Timur adalah manggrove. Dikatakan sebagai masalah, karena kawasan manggove ini belum dipetakan, diukur, dan diidentifikasi kondisi fisiknya.
Manggar dan Gantong
Warga Selinsing, Manggar, atau Gantong, sangat paham dengan nilai tanah di sepanjang jalan raya yang kian ramai dilalui orang tersebut. Fungsi lahan berubah cepat. Kawasan-kawasan permukiman baru mulai tumbuh dengan karakter ribbon development. Tidak ada pengaturan pemanfaatan ruang (zoning regulation) di kawasan-kawasan tersebut. Memang, tidak ada rencana tata ruang operasional yang akan menjadi pedoman untuk mengendalikan pertumbuhan kawasan. Atau, apakah ruas Manggar-Gantong akan dikembangkan hanya sebagai daerah permukiman? Tidak ada jawaban pasti.
Dengan demikian, fungsi Manggar sebagai ibukota kabupaten juga menentukan perkembangan kota-kota lain di Belitong Timur, khususnya Gantong sebagai kota terdekat. Apa pengaruh Manggar terhadap Gantong sesungguhnya secara spasial dan ekonomi?
Belitong Timur (Pasca Timah)

Kapankah tepatnya era pasca timah dimulai di Pulau Belitong? Belitong Timur, nyatanya hingga saat ini masih bergantung kepada timah. Eksploitasi tanah (soil) atau lahan (land) masih terkait dengan deposit bahan tambang, khususnya timah. Pekerjaan, atau lapangan usaha yang lebih banyak menjanjikan peluang untung besar, masih tetap penambangan timah. Orang sudah tidak dapat lagi membedakan makna timah, sebagai bahan tambang atau tujuan hidup?
Belum ada data akurat tentang berapa sebenarnya luas areal penambangan timah di Belitong Timur. Lahan yang berfungsi sebagai areal penambangan yang masih aktif sebagian besar lebih diketahui oleh warga dan perangkat desa. Selalu terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara data penambangan timah dari pemerintah desa dengan pemerintah kabupaten. Begitu pula dengan cukong, tukang takar, atau pekerja lapangan, belum terdata secara meyakinkan.
Jumlah produksi biji timah mungkin ada datanya, walaupun tidak dapat dipergunakan untuk memahami distribusi atau jual-beli timah yang sesungguhnya terjadi. Wilayah, dalam pengertian administrasi, tidak ada sangkut pautnya lagi dengan eksplorasi, eksploitasi, atau pengolahan biji timah. Timah telah menembus batas teritorial. Paradigma yang melatarbelakangi bisnis timah dalam berbagai skala masih saja didominasi oleh pola pikir pragmatis.
Lalu, jika memang demikian keadaannya, bagaimana pertimahan ini harus dikelola agar tidak menyusahkan di kemudian hari?
Langganan:
Postingan (Atom)